-->

Prinsip Dasar dan Tingkatan Belajar Serta Penilaian Hasil Belajar Afektif

Kumpulan Contoh Makalah - Alasan, Prinsip Dasar, Tingkatan, dan Hasil Belajar dalam penerapan penilaian hasil belajar afektif

A.    Alasan Asesmen Afektif

Menurut Stiggins (1994) asesmen  afektif sangat penting dilakukan karena dua alasan:
1. Aspek afektif sebagai suatu hasil pengajaran
2. Aspek afektif berkaitan dengan achievment


B.     Prinsip Dasar Mengases Aspek Afektif

Penilaian afektif agar bermanfaat seperti penilaian prestasi akademik harus ada target yang jelas dan metode yang cocok(Stiggins:1994).

Penilaian afektif agar menjadi penilaian yang berkualitas harus memperhatikan hal-hal berikut:
1.   Mulai dengan suatu visi yang jelas dari hasil belajar afektif yang akan dinilai
2.   Menyusun tujuan yang jelas
3.   Menggunakan metode yang baik
4.   Sampel yang tepat
5.   Mengendalikan gangguan luar



C.    Tingkatan Belajar Afektif

Tingkatan afektif menurut Krathwohl(1961) memiliki tingkatan sebagai berikut :


1.      Tingkat Receiving

Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif.

Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.


2.      Tingkat Responding

Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.  Misalnya  senang   membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.


3.      Tingkat Valuing

Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.


4.      Tingkat Organization

Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.


5.      Tingkat Characterization

Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada  waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial

Baca juga : Perbedaan dan Hubungan Tes, Penilaian, Pengurukuran, dan Evaluasi

D.    Hasil Belajar Afektif

Menurut Andersons(1981),beberapa macam hasil belajar afektif yang relevan dalam setting sekolah terdiri dari ;


1.   Sikap

Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya  sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham, 1999). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya  biologi, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran biologi  dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.  Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.


2.   Interest ( minat )

Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi. 


3.   Motivation (motivasi)

4.   Value ( nilai )

Definisi tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan. Selanjutnya dijelaskan bahwa manusia belajar menilai suatu objek, aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya  satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang bermakna dan signifikan bagi peserta didik untuk memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.


5.   Preference (pilihan)

6.   Academic self-concept ( konsep diri )

Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah.  Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.

Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi  konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.


7.   Locus of control

Related Posts: Prinsip Dasar dan Tingkatan Belajar Serta Penilaian Hasil Belajar Afektif