B. PENGERTIAN PENGUKURAN
Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numeric dari suatu tingkatan dimana seseorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif. Pengukuran diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Berikut ini akan dikutip beberapa definisi pengukuran yang dirumuskan oleh beberapa ahli pengukuran pendidikan dan psikologi yang acap kali dijadikan acuan beberapa penulis.
- Richard H. Lindeman (1967) merumuskan pengukuran sebagai “the assignment of one or a set each of a set of persons or objects according to certain established rules”
- Norman E. Gronlund (1971) secara sederhana merumuskan pengukuran sebagai “Measurement is limited to quantitative descriptions of pupil behavior”.
- Georgia S. Adams (1964) merumuskan pengukuran sebagai “nothing more than careful observations of actual performance under staandar conditions”.
- Victor H.Noll (1957) mengemukakan dua karakteristik utama pengukuran, yaitu “quantitativaness” dan “constancy of units”. Atas dasar dua karakteristik ini ia menyatakan “since measurement is a quantitative process, is results of measurement are always expessed in numbers.
- William A.Mehrens dan Irlin J. Lehmann (1973) mendefinisikan : pengukuran sebagai berikut : “Using observations, rating scales. Or any other device that allows us to obtain information in a quantitative form is measurement” .
- Robert L. Ebel dan David A. Frisbie (1986) merunuskan pengkuran sebagai “Measurment is a process of assigning numbers to the individual numbers of a set of objects or person for the purpose of indicating differences among them in the degree to which they posscess the characteristic being measured.
- Gilbert Sax (1980) menyatakan “measurement: The assignment of numbers to attributes of characteristics of person, evenrs, or object according to explicit formulations or rules”.
C. PENGERTIAN PENILAIAN
Penilaian (assessment) merupakan istilah yang umum dan mencakup semua metode yang biasa dipakai untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa dengan cara menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok.
Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat. Penilaian untuk memperoleh berbagai ragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau informasi tentang ketercapaian kompetensi peserta didik. Proses penilaian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar peserta didik.
Penilaian menyeluruh dan berkelanjutan dalam Konsep Penilaian dari Implementasi peraturan pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, membawa implikasi terhadap model dan tehnik penilaian proses dan hasil belajar. Pelaku penilaian terhadap proses dan hasil belajar diantaranya internal dan eksternal. Penilaian internal merupakan penilaian yang dilakukan dan direncanakan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh pihak luar yang tidak melaksanakan proses pembelajaran, biasanya dilakukan oleh suatu institusi / lembaga baik didalam maupun diluar negeri. Penelitian yang dilakukan lembaga / institusi tersebut dimaksudkan sebagai pengendali mutu proses dan hasil belajar peserta didik.
Metode dan tehnik penilaian sebagai bagian dari penilaian internal (internal assessment) untuk mengetahui proses dan hasil belajar peserta didik terhadap penguasaan kompetensi yang diajarkan oleh guru. Hal ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketercapaian ketuntasan kompetensi oleh peserta didik. Penilaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru selain untuk memantau proses, kemajuan dan perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki, juga sekaligus sebagai umpan balik kepada guru agar dapat menyempurnakan perencanaan dan proses program pembelajaran.
Ada empat macam istilah yang berkaitan dengan konsep penilaian dan sering kali digunakan untuk mengetahui keberhasilan belajar dari peserta didik yaitu pengukuran, pengujian, penilaian dan evaluasi. Namun diantara keempat istilah tersebut pengertiannya masih sering dicampuradukan, padahal keempat istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda.
Sebenarnya proses pengukuran, penilaian, evaluasi dan pengujian merupakan suatu kegiatan atau proses yang bersifat hirarkis. Artinya kegiatan dilakukan secara berurutan dan berjenjang yaitu dimulai dari proses pengukuran kemudian penilaian dan terakhir evaluasi. Sedangkan proses pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian.
Menurut Guilford (1982) pengukuran adalah proses penepatan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu. Pengukuran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berdasarkan pada klasifikasi observasi unjuk kerja atau kemampuan. Peserta didik dengan menggunakan suatu standar.
Pengukuran dapat menggunakan tes dan non tes. Tes adalah seperangkat pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah. Sedangkan non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non tes bias berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner sejumlah pertanyaan atau pernyataan sedangkan peserta didik diminta untuk menjawab atau memberikan pendapatnya terhadap pernyataan yang diajukan. Inventori merupakan instrument yang berisi tentang laporan diri dari keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik. Pengukuran dalam kegiatan belajar bisa bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Kuantatif hasilnya berupa angka, sedangkan kualitatif hasilnya berupa pernyataan yaitu berupa pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang, dan lain sebagainya.
D. PENGERTIAN EVALUASI
Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak berharga, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses penilaian untuk mengambil keputusan yang menggunakan seperangkat hasil pengukuran dan berpatokan kepada tujuan yang telah dirumuskan. Untuk memperjelas pengertian evaluasi tersebut ada baiknya bila dikutip beberapa perumusan sebagai berikut:
- Adams (1964) dalam bukunya “Measurement and evaluation in education, psychology, and guidance” menjelaskan bahwa kita mengukur berbagai kemampuan anak didik.Bila kita melangkah lebih jauh lagi dalam menginterprestasi skor sebagai hasil pengukuran itu dengan menggunakan standar tertentu untuk menentukan nilai dalam suatu kerangka maksud pendidikan dan pelatihannya atau atas dasar beberapa pertimbangan lain untuk membuat penilaian, maka kita tidak lagi membatasi diri kita dalam pengukuran, kita sekarang telah mengevaluasi kemampuan atau kemajuan anak didik.
- Daniel L. Stufflebeam dan Anthony J. Shinkfield (1985) secara singkat merumuskan evaluasi sebagai berikut: “Evaluation is the systematic assessment of the worth or merit of some object”. Dengan demikian maka evaluasi antara lain merupakan kegiatan membandingkan tujuan dengan hasil dan juga merupakan studi yang mengkombinasikan penampilan dengan suatu nilai tertentu.
- Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen (1961) menjelaskan evaluasi tersebut dengan mengatakan bahwa evaluasi itu berhubungan dengan pengukuran. Dalam beberapa hal evaluasi lebih luas, karena dalam evaluasi juga termasuk penilaian formal dan penilaian intuitif mengenai kemajuan peserta didik. Evaluasi juga mencakup penilaian tentang apa yang baik dan apa yang diharapkan. Dengan demikian hasil pengukuran yang benar merupakan dasar yang kokoh untuk melakukan evaluasi.
Secara garis besar evaluasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif (istilah ini pertama kali digunakan oleh Scriven (1967) dalam artikelnya berjudul “The Methodology of evaluation”). Evaluasi formatif dilakukan dengan maksud memantau sejauh manakah suatu proses pendidikan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit pengajaran ke unit berikutnya.
ETIKA TES
Kegiatan pengujian berperan sangat besar dalam system pendidikan dan system persekolahan.karena pentingnya itu maka setiap tindakan pengujian selalu menimbulkan kritik yang tajam dari masyarakat. Kritik tersebutt tidak jarang dating dari para ahli, disamping dating dari orang tua yang secara langsung atau tidak langsung berkepentingan terhadap pengujian. Diantara beberapa kritik tersebut ada beberapa yang harus menjadi perhatian sungguh sunggup oleh para praktisi dan ahli tes, pengukuran dan evaluasi. Kritik tersebut antara lain:
- Tes senantiasa akan mencampuri rahasia pribadi peserta tes. Setiap tes berusaha mengetahui pengetahuan dan kemampuan peserta tes, yang dapat berarti membuka kelemahan dan kekuatan pribadi seseorang. Didalam masyarakat yang sangat melindungi akan hak dan rahasia pribadi,masalah ini seslalu akan menjadi gugatan atau keluhan.
- Tes selalu menimbulkan rasa cemas peserta tes.memang sampai bats tertentu rasa cemas itu dibutuhkan untuk dapat mencapai prestasi terbaik, tetapi tes acapkali menimbulkan rasa cemas yang tidak perlu, yang justru dapat menghambat seseorang mampu mendemonstrasikan kemampuan terbaiknya.
- Tes acapkali justru menghukum peserta didik yang kreatif.karena tes itu selalu menuntut jawaban yang sudah ditentukan pola dan isinya, maka tentu saja hal itu tidak memberi ruang gerak yang cukup bagi anak yang kreatif.
- tes selalu terikat pad kebudayaan tertentu. Tidak ada tes hasil belajar yang bebas budaya. Karena itu kemampuan peserta tes untuk memberi jawaban terbaik turut ditentukan oleh kebudayaan penyusun tes.
- Tes hanya mengukur hasil belajar yang sederhana dan yang remeh. Hampir tidak pernah ada tes hasil belajar yang mampu mengungkapkan tingkah laku peserta didik secara menyeluruh, yang justru menjadi tujuan utama pendidikan formal apapun.
Karena banyak kritik yang tajam dari masyarakat terhadap tes hasil pendidikan, maka para pendidik harus dapat melakukan tes dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu perlu ditegakan beberapa etika tes, yang membedakan tes yang etik dan tindakan yang tidak etik dalam pelaksanaan tes secara professional. Praktek tes hasil belajar yang etik terutama mencangkup empat hal utama :
a. Kerahasiaan Hasil Tes
Setiap pendidik dan pengajar wajib melindungi kerahasiakan hasil tes, baik secara hasil individual maupun secara kelompok. Hasil tes hanya dapat disampaikan kepada orang lain bila :
- Ada izin dari peserta didik yang bersangkutan atau orang yang bertanggung jawab terhadap peserta didik (bagi peserta didik yang belum dewasa). Jadi dengan demikian praktek menempelkan hasil tes di papan pengumuman dengan identitas jelas peserta tes, merupakan pelanggaran terhadap etika ini.
- Ada tanda-tanda yang jelas terhadap hasil tes tersebut menunjukan gejala yang membahayakan dirinya atau membahayakan kepentingan orang lain.
- Bila penyampaian hasil tes tersebut kepada orang lain jelas-jelas menguntungkan peserta tes.
b. Keamanan tes
Tes merupakan alat pengukur yang hanya dapat digunakan secara professional. Dengan demikian tes tidak dapat digunakan diluar batas-batas yang ditentukan oleh profesionalisme pekerjaan guru. Dengan demikian maka setiap pendidik harus dapat menjamin keamanan tes, baik sebelum maupun sesudah digunakan.
c. Interpretasi Hasil Tes
Hal yang paling mengandung kemunkinan penyalahgunaan tes adalah penginterpretasian hasil tes secara salah. Karena itu maka interpretasi hasil tes harus diikuti tanggung jawab professional. Bila hasil tes diinterpretasi secara tidak patut, daalam jangka panjang akan dapat membahayakan kehidupan peserta tes.
d. Penggunaan tes
Tes hasil belajar haruslah digunakan secara patut. Bila tes hasil belajar tertentu merupakan tes baku, maka tes tersebut harus digunakan di bawah ketentuan yang berlaku bagi pelaksanaan tes baku tersebut harus digunakan dibawah ketentuan yang berlaku bagi pelaksanaan tes baku tersebut. Tak ada tes baku yang boleh digunakan diluar prosedur yang ditapakan oleh tes itu sendiri..
Disamping beberapa prinsip seperti yang diuraikan di atas, ada beberapa petunjuk praktis yang hendaknya ditaati oleh pendidik dalam tes:
- Pelaksaan tes hendaknya diberi tahu terlebih dahulu kepada peserta tes. Hanya karena pertimbangan tertentu, yang sangat penting yang dapat membenarkan pendidik tidak memberi tahu terlebih dahulu kepada peserta tes tentang tes yang akan dilaksanakan. Bahkan kisi-kisi tes sebaiknya diberi tahu kepada peserta tes sebelum melaksanakan tes.
- Sebaiknya pendidik menjelaskan cara menjawab yang dituntut dalam suatu tes. Petunjuk menjawab tes bukanlah sesuatu yang harus dirahasiakan. Petunjuk yang bersifat menjebak harus dihindari.
- Sebaiknya pendidik justru memotivasi peserta tes mengerjakan tesnya secara baik. Jangan sampai seorang pendidik justru menakut-nakuti peserta didik.
- Bila pendidik menggunakan tes baku, maka hendaknya pendidik tersebut bertanggung jawab penuh terhadap keamanan tes tersebut. Tidak ada tes baku yang boleh digunakan dalam latihan.
- Seorang pendidik dapat menggunakan hasil tes untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan peserta tes, asalkan hal tersebut tetap menjadi rahasia peserta tes dan pendidik yang bersangkutan.
- Guru hendaknya menghindari diri dari keterlibatan dalam bimbingan tes yang dapat diperkirakan akan menggangu proses hasil belajar peserta didik. Hal ini menjadi penting bila guru yang bersangkutan justru terlibat dalam penyusunan butir tes yang digunakan.
- Adalah tidak etik bila seorang guru mengembangkan butir soal atau perangkat soal yang paralel dengan suatu tes baku dengan maksud untuk digunakan dalam bimbingan tes.
- Adalah tidak etik untuk mendiskriminasikan peserta didik tertentu atau kelompok tertentu yang boleh mengikuti suatu tes atau melarang mengikuti tes.
- Adalah tidak etik untuk memperpanjang waktu atau menyingkat waktu yang telah ditentukan oleh petunjuk tes.
- Guru tidak boleh meningkatkan rasa cemas peserta tes dengan penjelasan yang tidak perlu.
Secara lebih mandasar etika tes ini diatur dalam standar tes yang dikembangkan oleh organisasi profesional seperi American Psycological Association (APA), American Educational Research Education (AERA), dan National Council on Measuremant in Educaton (NCME). Terakhir ketiga organiasi professional ini membentuk panitia bersama untuk menyusun standar dalam tes. Mereka menghasilkan buku yang dinamakan “Standard for Educational and Psychological Testing” (1985).
Dalam standar ini dicantumkan berbagai tolak ukur, seperti :
1. Technical Standards for Test Construction and Evaluation;
2. Professional Standards for Test Use;
3. Standards for Particular Application; dan
4. Standards for Administrative Procedures.
Semua standar ini mencangkup dua aspek utama, yaitu tes hasil belajar dan tes psikologi. Pelanggaran terhadap standar ini merupakan pelanggaran terhadap etika profesi, yang dalam hal tertentu dapat merupaakan pelanggaran atau kejahatan.
Sumber / daftar pustaka
1. Mimin Haryati, Model & Teknik Penilaian pada tingkat satuan pendidikan, Jakarta : GP Press, 2007
(http://pendidikan.anekanews.com/2010/04/pengertian-hubungan-perbedaan-dan-etika.html)
2. Asmawi Zainul, Pengukuran, Tes dan Evaluasi Hasil Belajar, Jakarta : PAU, 1992.
(http://pendidikan.anekanews.com/2010/04/pengertian-hubungan-perbedaan-dan-etika.html)
3. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998.
(http://pendidikan.anekanews.com/2010/04/pengertian-hubungan-perbedaan-dan-etika.html)