-->

Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara: Sejarah Pemikiran Akuntansi Pada Masa Umar Bin Khattab

Kumpulan Contoh Makalah - Pembahasan akuntansi syariah bab Sejarah Pemikiran Akuntansi Pada Masa Umar Bin Khattab bagian "Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara" yang meliputi; pendapatan zakat dan 'ushr, pendapatan khums dan sedekah, pendapatan kharaj, fai, jizyah, ‘ushr (pajak perdagangan), dan sewa tanah, serta pendapatan lainnya.

Klasifikasi dan alokasi pendapatan negara

Pada masa khalifah umar bin khattab sudah di kenal dengan keuangan negara. Kedaulatan negara Islam telah memiliki departement- departement atau di sebut dengan diwan. Adadiwan pengeluaran (diwan annafaqat), dewan militer ( diwan aljayash ), pengawasan, pemungutan hasil, dan sebagainya. Diwan pengawas keuangan zaman khalifah di sebut dengan diwan al kharaj yang bertugas mengawasi semua hal yang berkaitan dengan penghasilan.

Pada masa itu juga di kenal dengan khitabat al rasul was sirr, yang memelihara pencatatan rahasia. Untuk menjamin di laksanakan nya hukum maka di bentuk shahib al shurta. Salah satu pejabat di dalamnya ialah muhtasib yang lebih di fokuskan pada sisi pengawasan pelaksanaan agama dan moral, misalnya mengenai timbangan, kecurangan dalam penjualan, orang yang tidak bayar hutang, orang yang tidak shalat jum’at, orang yang tidak puasa ramadhan, pelaksanaan masa idah, dan bahkan memeriksa iman. Ia juga menjaga moral masyarakat, hubungan laki- laki dengan perempuan, menjaga jangan ad yang minum arak, melarang musik yang di haramkan, mainan yang tidak baik, transaksi bisnis yang curang, riba, kejahatan pada budak, binatang, dan sebagainya.

Di sisi lain ada juga fungsi muhtasib dalam bidang pelayanan umum (public service), misalnya pemeriksa kesehatan, suplai air, memeastikan orang miskin mendapat tunjangan, bangunan yang mau roboh, memeriksa kelayakan bangunan rumah, ketidak nyamanan perjalanan dan berlalu lintas, jalan untuk pejalan kaki, menjaga keamanan dan kebersihan pasar. Dari berbagai fungsi kewajiban shahib al shurta dan muhtsib ini dapat di simpulkan bahwa fungsi utamanya adalah untuk mencegah pelanggaran terhadap hukum, baik hukum sipil maupun hukum agama.

Muhtasib adalah orang yang bertanggung jawab atas lembaga al hisba. Muhtasib bisa juga menyangkut pengawasan pasar yang bertanggung jawab tidak hanya menyangkut masalah ibadah. Ibnu taimiyah menytakan bahwa uhtasib adalah kewajiban publik. Muhtasib ini bertugas menjelaskan berbagai tindakan yang tidak pantas, di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan. Al hisba tidak bertanggung jawab terhadap eksekutif. Termasuk tugas muhtasib adalah mengawasi orang yang tidak shalat, mereka yang memiliki sifat dengki, berbohong, melakukan penipuan, mengurangi timbangan, praktik kecurangan.

Muhtasib ini memiliki kekuasaan yang luas, termasuk pengawasan harta, kepentingan sosial pelaksanaan ibadah pribadi, dan pemeriksaan transaksi bisnis. Akhram khan memberikan kewajiban muhtasib yaitu :
  1. Pelaksanaan hak allah termasuk kegiatan ibadah. Semua jenis shalat, pemeliharaan masjid.
  2. Pelaksanaan hak hak masyarakat : prilaku di pasar, kebenaran timbangan, kejujuran bisnis.
  3. Pelaksanaan yang berkaitan dengan kedua nya ; menjaga kebersihan jalan, lampu jalan, bangunan yang mengganggu masyarakat, dan sebagainya.

Pada masa pemerintahannya, khalifah umar bin khattab mengklasifikasikan pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu :

1. Pendapatan zakat dan ‘ushr

Zakat merupakan pajak yang paling penting yang di wajibkan kepada muslim. Zakat di kumpulkan dan di belanjakan untuk kaum muslim sendiri. Zakat harus di bayar pada setiap tahunnya, atas harta yang memang wajib di zakatkan. Untuk pembayaran ada jumlah ketentuan minimumnya (nisab). Pada umumnya barang atau harta yang wajib di zakatkan yaitu ;

  • Harta simpanan
  • Barang tambang dan harta terpendam
  • Pajak terhadap modal perdagangan
  • Pajak terhadap gembalaan dan ternak (sawa’im)
  • Zakat emas dan perak


Pajak pendapatan (zakat) memang merupakan satu- satunya cara yang sangat ampuh untuk memberantas menumpuknya harta kekayaan, pada segolongan kecil masyarakat. Pajak pendapatan di hasilkan kepada pendapatan seseorang.

Persoalan paling penting yang di hadapi setiap negara dalam aturan penyusunan perpajakan adalah masalah pengumpulan pajak. Dengan cara bagaimana agar sikap menghindari wajib pajak dapat di pecahkan.sehingga pendapatan pajak ini dapat di distribusikan dalam tingkat lokal, jika kelebihan penerimaan sudah di simpan di baitul maal pusat, dan di bagikan ke dalam delapan asnaf.

Sebelum Islam datang setiap suku atau kelompok yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak( ‘ushr ). Ushr yang berarti persepuluh atau persepuluh adalah pajak tanah yang dibebankan kepada kaum muslim dan menjadi kewajiban, bagi setiap kaum muslim untuk menunaikannya pada setiap transaksi. Akan tetapi setelah Islam datang dan menjadi sebuah Negara yang berdaulat di semenanjung arab, nabi Muhammad SAW mengambil inisiatif untuk mendorong usaha paerdagangan dengan menghapus bea masuk antar provinsi yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk dalam perjanjian yang di tanda tanganinya bersama dengan suku suku yang tunduk kepada kekuasaannya. Itulah sebabnya mengapa para pakar hukum Islam tidak membedakannya dengan zakat. Benar- benar tidak ada yang membedakan antara wajib zakat dan wajib ‘ushr.

Karena yang persepuluh bagian itu merupakan suatu kewajiban yang di bayar ketika ada hasil. Maka apabila atas kehendak tuhan, produksi atau panen gagal, kewajiban membayarnya dengan sendiri menjadi hilang. Selama pemerintahan khalifah umar, tanah ‘ushr berkembang pesat karena pembelian- pembelian kaum muslimin di mesir.

2. Pendapatan khums dan sedekah

Tidak ada ahli kitab yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen bani taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari hewan ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang di bayar kaum muslimin. Pada awalnya umar mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi mereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar sedekah. Nu’man bin zuhra memberikan alasan untuk kasus mereka dan mengatakan bahwa pada dasarnya tidak bijaksana memperlakukan mereka seperti musuh dan seharusnya keberanian mereka menjadi asset Negara. Umar pun memanggil mereka dan menggandakan sedekah yang harus mereka bayar. Walaupun demikian mereka ( kaum muslimin ) sepakat bahwa yang di dapat dari bani taghlib tidak untuk di belanjakan seperti halnya kharaj karena sedekah tersebut merupakan pengganti pajak.

Pendapatan ini di distribusikan kepada para fakir miskin atau untuk membiayai mereka yang sedang mencari kesejahteraan, tanpa diskriminasi, apakah dia seorang muslim atau bukan.

3. Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ‘ushr (pajak perdagangan), dan sewa tanah

Kharaj atau pajak hasil bumi adalah sejenis pajak yang di bebankan atas tanah yang dimiliki oleh non muslim. Kharaj hanya di bebankan kepada tanah yang layak di kenakan kharaj. Menurut jenisnya terbagi dua, yaitu ; kharaj yang sebanding ( proporsional ) , dan kharaj yang pasti.

Kharaj hanya di bayar setahun sekali, kendati lahan di tanami dan di paneni lebih dari sekali dalam setahun.

Jizyah yaitu sistem pajak lama yang telah di terapkan oleh bangsa persia dan romawi. Yang di kenal dengan nama giziat dan tributam capitus. Pajak ini di bebankan kepada seseorang yang terlepas dari agama yang di anutnya dan asal usul kebangsaan. Sedangkan Islam hanya membatasinya dengan non mumslim. Jumlah pembayaran jizyah telah di ubah pada masa khalifah umar bin khattab dengan menaikkan enjadi satu dinar, melebihi dari yang sudah di laksanakan sejak periode rasulullah. Kini jumlah tersebut, untuk setiap kepala dalam setahun, menjadi empat dinar bagi golongan orang nkaya, dua dinar untuk kelas menengah, dan satu dinar untuk kelas miskin.

Jizyah harus di bayar secara kontan, bentuk pembayarannya bisa juga berupa barang atau hasil bumi.

Pendapatan- pendapatan di atas, di gunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional adminsitrasi, kebutuhan militer dan sebagainya.

4. Pendapatan lainnya

Pendapatan ini di gunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan para anak terlantar, dan dana sosial lainnya. Di antara alokasi pendapatan baitul maal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutya adalah dana pertahanan negara dan dana pembangunan.

Dana pensiun di tetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama hal nya dengan gaji reguler angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang- orang yang telah berjasa. Dana ini juga meliputi upah yang di bayarkan kepada para pegawai sipil. Sistem administrasi dana pensiun ini di organisasi dengan baik. Dalam setahun dana ini dibayarkan dua kali.

Administrasi dana pensiun terdiri dari dua bagian, bagian pertama berisi catatan sensus dan jumlah nyang telah menjadi hak setiap penerima dana dan bagian kedua berisi laporan yang telah menjadi pendapatan. Dana tersebut di distribusikan melalui seorang arif yang masing- maing bertanggung jawab atas sepuluh orang penerima dana. Sementara itu dana pertahanan negara di gunakan untuk membeli sarana dan pra saranamiliter, seperti perlengkapan perang, dan pembangunan markas militer.

Sedangkan dana pembangunan di gunakan untuk pembangunan pertanian dan perdagangan, pembangunan jaringan terowongan, dan berbagai fasilitas umum lainnya, yang dapat menunjang kelancaran aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat umum.

Related Posts: Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara: Sejarah Pemikiran Akuntansi Pada Masa Umar Bin Khattab