-->

Penyebab otonomi daerah tidak optimal dan cara memulihkan otonomi daerah di Indonesia

Kumpulan Contoh Makalah - Makalah mata kuliah pancasila terkait otonomi daerah dengan bahasan Penyebab otonomi daerah tidak optimal dan cara memulihkan otonomi daerah di Indonesia

Hal-hal Yang Menyebabkan Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia Menjadi Tidak Optimal

Penyebab tidak optimalnya pelaksanaan otonomi daerah di indonesia :

1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances. Kondisi inilah kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan ketidak seimbangan kekuasaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

2. Pemahaman terhadap otonomi daerah yang keliru, baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan otonomi daerah menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera.

3. Keterbatasan sumber daya di hadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutinoperasional pemerintahan) yang besar, memaksa pemda menempuh pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan retribusi, dan juga menguras sumber daya alam yang tersedia.

Baca: Sumber-sumber dana Bank Syariah

4. Kesempatan seluas luasnya yang di berika kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran, juga sering di salah artikan, seolah-olah merasa di beri kesempatan untuk mengekspolitasi sumber daya alam dengan cara masing-masing semaunya sendiri.

5. Dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), yang seharusnya berperan mengontrol dan meluruskan segala kekeliruan implementasi otonomi daerah tidak menggunakan peran dan fungsi yang semestinya, bahkan seringkali mereka ikut terhanyut dan berlomba mengambil untung dari perilaku aparat dan masyarakat yang salah. Semua itu terjadi karena otonomi daerah lebih banyak menampilkan nuansa kepentingan pembangunan fisik dan ekonomi.

6. Kurangnya pembangunan sumber daya manusia / Sumber Daya Manusia (moral, spiritual,intlektual dan ketrampilan) yang seharusnya di prioritaskan. Sumber daya manusia berkualitas ini merupakan kunci penentu dalam keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah. Sumber daya manusia yang tidak atau belum berkualitas inilah yang menyebabkan penyelenggaraan otonomi daerah tidak berjalan sebagaimana mestinya, penuh dengan intrit, konflik dan penyelewengan serta di warnai oleh menonjolnya kepentingan pribadi dan kelompok.

Penyebab otonomi daerah tidak optimal dan cara memulihkan otonomi daerah di Indonesia

Memulihkan Otonomi Daerah Di Indonesia

Pada waktu mengantar sebuah sarasehan di yogjakarta, 18 agustus 2000 dengan tema “meluruskan perjalanan revormasi menuju kejayaan bangsa”, panitia menyatakan antara lain:
  1. Ekonomi nasional telah hancur
  2. Pengangguran dan kemiskinan rakyat meningkat
  3. Budaya lokal telah hancur

Kami mendapat pesan bahwa kekhawatiran kekhawatiran tersebut cukup menyesatkan tidak saja pada orang awam , tetapi bahkan bagi kalangan intlektual. Memang, jika kita ikuti berita-berita dalam media masa yang bersumber dari para pengamat ekonomi termasuk para anggota MPR/DPR dalam ST-2000, ekonomi nasional kita rupanya di anggap telah “hancur total”, pengangguran merajalela dan kemiskinan rakyat makin luas. Benarkah?

Bahwa krisis ekonomi telah menyusahkan banyak orang, dan rakyat kecil makin berat kehidupannya menghadapi kenaikan harga-harga umum memang bebar. Tetapi yang menyesatkan adalah menggambarkan ekonomi nasional kita telah benar-benar hancur total, dan kini belum nampak adanya perbaikan sama sekali. Apa ukuran untuk “Hancur total dan belum ada perbaikan dan pemulihan ekonimi nasional?” kami khawatir ukuran untuk ini keliru atau menyesatkan karena ketidak stabilan politik selalu di jadikan ukuran utama, termasuk di dalamnya pengolakan politik di daerah-daerah baik terhadap pemerintah pusat maupun antara kelompok-kelompok etnik daerah sendiri. Bias politik ini telah jauh merambah analisis paraekonom sehingga pertumbuhan ekonomi positif 3,2% pada kuartal I tahun 2000 atau 4,1% pada kuartal II , di anggap sebagai sekedar pertumbuhan semu karena “hanya bersumber dari peningkatan konsumsi bukan investasi”. Karena pandangan yang bias politik dari para ekonom ini maka teori-teori ekonomi konvensional yang mereka anutpun di pilih hanya bagian-bagian lain yang tidak mendukung kesimpulan-kesimpulan tersebut.

Baca: Sejarah masuknya peradaban Islam di Spanyol

Presepsi masyarakat tentang kahancuran ekonomi nasional dan belum nampak tanda-tanda pemulihan ini begitu kuat, sehingga makalah kami dalamserasehan tersebut berjudul “analisis ekonomi tanpa visi”, yang isinya meragukan progam rekapitalisasi perbankan sebagai satu-satunya solusi (KR,20 Agustus). Bahkan yang mayolok adalah berita tersebut yang berjudul “untuk pulihkan ekonomi indonesia;solusinya rekapitulasi perbankan”.

Dalam pada itu sungguh keliru jika para pakar ekonomi bersitegang bahwa yang di maksut ekonomi yang pulih adalah jika investasi sudah kembali normal seperti tingkatnya sebelum krisis yaitu tingkatnya pada tahun 1997. Kekeliruannya adalah menganggap bahwa angka-angka investasi resmi yang berasal kredit perbankan tersebut pasti terwujud dalam investasi produktiv (bukan spekulatif), dan meskipun secara potensial produkif belum tentu sama dengan kebutuhan iil yaitu infestasi yang hasil-hasilnya benar-benar dapat di serap pasar. Kami yakin telah terjadinya kelebihan infestasi (over investment) dalam cabang-cabang produksi tertentu, sehingga justru tidak bijaksana untuk mengarahkan investasi aagar mencapai tingkat investasi yang sama yang pernah di capai pada tahun 1997 tingkat investasi tahun 1997 bisa merupaka tingkat yang semu ,tidak riil , sehingga tidak dapat di jadikan patokan.[3]


[3] Mubyarto, Prospek Otonomi Daerah dan Perekonomian Indonesia, 2010, BPFE Yogyakata, hlm.173

Related Posts: Penyebab otonomi daerah tidak optimal dan cara memulihkan otonomi daerah di Indonesia

Prinsip dan Ciri Etos Kerja Seorang Muslim

Prinsip dan Ciri Etos Kerja Muslim ini adalah pembahasan lanjutan dari pembahasan yang  terkait sebelumnya, yaitu: pembahasan tentang penge...